By. Anjrah Ari S.

Sesuatu yang wajar manakala pasangan suami istri (pasutri) mengharapkan hadirnya buah hati (anak) dalam pernikahannya. Mereka menanti hadirnya anak yang bisa menambah lengkapnya kebahagiaan dalam hidup serta menjadi ‘investasi’ di dunia juga akhirat.

Anak merupakan rizki dari Allah SWT. Sebagaimana tabiat rizki pada umumnya, ada sebagian pasutri yang Allah mudahkan memperolehnya dan ada sebagian lain yang butuh perjuangan keras untuk mendapatkannya. Ada yang menanti-nanti lama sekali, belum juga muncul tanda-tanda hadirnya sang buah hati.Di sisi lain ada yang Allah mudahkan, tetapi justru kehadirannya tidak diharapkan.

Teladan yang baik adalah nabi Ibrohim ‘alaihi shalatu wa salam saat menanti harinya sang buah hati. Nabi Ibrohim berdoa mengharapkan untuk mempunyai buah hati, ”Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh” (QS. Ash Shaaffat: 100). Allah SWT pun mengabulkan doanya 80 tahun kemudian (Nabi Ismail ‘alaihi shalatu wasalam).

Begitu pula Nabi Zakaria ‘alaihi shalatu wasalam, Allah mengisahkan dalam firmanNya, “Dan (ingatlah kisah) Zakaria, tatkala ia menyeru Tuhannya: “Ya Tuhanku janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah Waris Yang Paling Baik” (QS. Al Anbiyaa’: 89). Nabi Zakaria berdoa kepada Allah agar mengkaruniakan kepadanya anak. Anak yang akan mewarisinya melanjutkan usahanya dan tugasnya memimpin umat.

Allah SWT mengabulkan doa Nabi Zakaria ‘alaihi shalatu wasalam, Allah SWT berfirman, “Maka Kami memperkenankan do’anya, dan Kami anugerahkan kepada nya Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdo’a kepada Kami dengan harap dan cemas . Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami” (QS. Al Anbiyaa’: 89).

Nabi Zakaria ‘alaihi shalatu wasalam pun bahagia bercampur heran. Bagaimana tidak, dirinya adalah suami yang telah lanjut usia. Istrinya juga seorang wanita yang mandul dan usianya sudah lanjut pula. Istri Nabi Zakaria ‘alaihi shalatu wasalam sepanjang hidupnya belum pernah mengandung apalagi melahirkan Anak. Nabi Zakaria ‘alaihi shalatu wasalam berkata, “Ya Tuhanku, bagaimana akan ada anak bagiku, padahal isteriku adalah seorang yang mandul dan aku (sendiri) sesungguhnya sudah mencapai umur yang sangat tua” (QS. Maryam: 8).

Allah SWT menjawab, “Tuhan berfirman: “Demikianlah”. Tuhan berfirman: “Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan sesunguhnya telah Aku ciptakan kamu sebelum itu, padahal kamu (di waktu itu) belum ada sama sekali” (QS. Maryam: 9).Tak ada yang sulit bagi Allah SWT untuk membuat seorang yang mandul bisa mengandung dan melahirkan Anak. Tak ada sesuatu yang mustahil pula bagi Allah Yang Mahabesar dan Yang Mahakuasa. Bahkan pada seseorang wanita tidak memiliki suami dan belum pernah disentuh laki-laki, Allah bisa jadikan dirinya mengandung dan melahirkan anak (Maryam, Ibu Nabi Isa ‘alaihi shalatu wasalam).

Bagaimanapun, kita harus sadari bahwa baik yang cepat atau yang kurang cepat memperoleh anak secara hakiki adalah ujian dari Allah SWT. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar” (QS. Ath Taghaabun: 15). Tidak sedikit yang Allah SWT beri anak, tetapi justru semakin jauh dirinya dari Allah swt. Hadirnya anak menjadi bencana bagi tingkat keshalihan dirinya. Kadang-kadang anak malah menjadi malapetaka bagi kedua orangtuanya (durhaka, akhlaqnya buruk, menjadi penderitaan dunia-akhirat), sampai-sampai orangtuanya berkata, “Kiranya aku tidak kau karuniani anak saja ya Rabb”.

Beruntung bagi orangtua yang dikaruniai anak yang kemudian mereka asuh dengan baik. Mereka mensyukuri dengan baik, yakni dengan mengenalkan sang anak dengan Allah SWT, Rasul SAW, dan Al qur’an sehingga tercermin dalam akhlaq kesehariannya. Sang anak menjadi qurrotu a’yun (penyejuk mata) baginya. Namun, hal inipun juga termasuk ujian dari Allah swt. Tidak sedikit orangtua yang mendidik anaknya dengan segala kebaikan justru dirinya lalai dari kebaikan yang dia ajarkan.

Bagi orangtua yang telah diberi anak, ingatlah untuk berdoa sebagai mana yang dicontohkan Nabi Ibrahim ‘alaihi shalatu wasalam, “Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah do’aku. Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mu’min pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)” (QS. Ibrahim: 40-41). Atau doa-doa lain yang dianjurkan dalam Al qur’an dan As Sunnah yang Shahih.

Semoga tulisan ini bisa memberi manfaat buat kita semua. Teruslah menjaga ketaqwaan, berpikir optimis, beriktiar semaksimalnya, dan bertawakallah. Mari kita tutup dengan doa, “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa” (QS. Al Furqon: 74). Wallahu a’lam.

Daftar Pustaka:

Hammam, Hasan bin Ahmad Hasan. 2007. Perilaku Nabi Terhadap Anak-Anak. Bandung: Irsyad Baitus Salam

Katsir, Ibnu. 2005. Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4,5,7. Surabaya: PT. Bina Ilmu