13
April 2008

 

Cinta tidak menyadari kedalamannya,

sampai ada saat perpisahan

Puisi di atas dikutip oleh Habiburahman dalam novel Pudarnya Pesona
Celopatra. Puisi tersebut merupakan buah karya seorang penyair
terkenal bernama Kahlil Gibran. Pertama kali membaca dua baris puisi
tersebut, aku cukup tersentuh. He..he.. ada pengalaman pribadiku yang
membuatku mengiyakannya. Ga usah dibahas.

Jatuh cinta….

Biar kata aktivis rohis, aku yakin aktivis juga masih manusia. Mau
ikhwan ataupun akhowat keduanya masih mempunyai cinta dan bisa jatuh
cinta. Apalagi secara umum para aktivis berada pada usia peralihan
dari remaja akhir menuju fase dewasa awal. Kata ahli-ahli psikologi
barat, pada usia-usia segitu punya tugas perkembangan untuk mulai
mempersiapkan kehidupan berumah tangga dan mencari pasangan hidup.
Tugas perkembangan ini tidak jauh dari perilaku heteroseksual dan
cinta.

Uniknya, cintanya sih sama dengan selain aktivis rohis. Cinta seorang
aktivis rohis dengan teman-teman yang aktif di BEM atau WAPEALA
ibaratnya sama-sama merah jambu. Beda chasingnya aja. Tentunya
cinta yang saya maksud disini dalam konteks cinta pada dua insan
manusia.

Aktivis lebih kebal?

Pernah aku iseng bertanya, apakah aktivis lebih kebal dari berjatuh
cinta ria? Mereka kan paham bahwa jatuh cinta kepada yang tidak
mahram diluar pernikahan adalah termasuk kategori zina. Mereka juga
paham bahwa zina itu dilarang. Atau setidaknya para aktivis juga
telah biasa untuk berghadul bashor kepada selain jenis kelaminnya.

Hati ku menjawab, “Ya Benar”. Mereka lebih kebal. Tetapi bukan
berarti sama sekali tidak bisa jatuh cinta. Para  aktivis tahu ilmu
tentang cinta. So, pasti beda orang yang punya ilmu jatuh cinta
dengan yang tidak. Apalagi sumber ilmu cinta tersebut bermuara kepada
Allah (al Qur’an) dan RasulNya (As Sunnah). Pemuda-pemudi yang
sering meramaikan mushala atau masjid kampus ini tahu seni bercinta.
Ia tahu jenis-jenis cinta dan aplikasinya secara mendetail. Sehingga,
mereka bisa mencintai dan bercinta secara berkelas. Bukan cinta
ecek-ecek.

Di lain waktu, hatiku menjawab,”Ah tidak juga”. Para aktivis
lebih kebal untuk jatuh cinta jika dihadapkan oleh sosok-sosok yang
diluar kriterianya. Sudah mafhum bersama, selera aktivis rohis jelas
beda dengan yang non aktivis. Kriteria wajib terhadap akhowat seperti
harus shalihah, jilbab gede, hafalan sekian juz, dan aktif selama
dirohis. Jika pada ikhwan, harus berjenggot, tidak melakukan isbal,
hafalan sekian juz dan lain-lain. Singkatnya adalah ada beberapa
kriteria.

Hatiku berkata,”Seberapa kebal mereka jika mereka dihadapkan pada
ikhwan atau akhowat yang memenuhi atau hampir memenuhi kriteria yang
telah mereka tetapkan? Apakah masih kebal?”. Aku kemudian berpikir,
mungkin inilah ujiannya. Aktivis akan diuji dengan kelas aktivis.
Bukankah soal ujian UAN anak SD diujikan untuk anak SD dan soal ujian
UAN SMA akan diberikan kepada anak SMA?

Aku jadi teringat nabi Yusuf. Sebelumnya aku juga ingat, ada sebuah
hadist yang menyatakan bahwa ujian terberat diberikan oleh Allah
kepada para nabi dan RasulNya, kemudian kepada orang yang kualitas
ketaatannya dibawahnya dan demikian seterusnya. Beliau diuji dengan
si cantik Zulaikah yang menjadikannya sampai masuk ke penjara. Ya
demikianlah ujian akan diberikan sekadar ukuran sebagai mana yang
Allah tetapkan kepada makhlukNya.

 

So, apa lebih kebal?

Aku yakin teman-temanlah yang bisa menjawabnya. Aku pikir
permasalahan ini hanyalah sebuah tantangan. Memang akan berat jika
seorang aktivis telah membuat beberapa kriteria kemudian Allah
hadirkan sebagai ujian ikhwan atau akhwat yang sesuai dengan kriteria
yang dibuatnya. Jika mampu, nikahi segera saja. jika belum mampu
bersabarlah. Seorang teman baikku pernah SMS,”Allah tidak pernah
menjanjikan hari-hari kita berlalu tanpa rasa sakit, tapi Allah
menjanjikan surga bagi mereka yang menetapi kesabaran sebagai jalan
hidupnya”. Wallahu a’lam.

Wisma Cah Ganteng, menjelang Isya.